1.
Sejarah Pengendalian Hayati di Luar Negeri
a. Sejarah pengendalian hayati hampir sama
tuanya dengan upaya awal manusia untuk bercocok tanam. Misalnya, pada tahun
300-an M tercatat bangsa Cina sudah menggunakan semut rangrang (Oecophylla smaragdina) untuk
melindungi tanaman jeruk Mandarin dari hama. Mereka memasang bambu diantara
pohon jeruk, sehingga semut tersebut dapat berpindah dan bergerak antar
tanaman. Semut mampu berkolonisasi, sehingga akhirnya semut itu akan menurunkan
serangan hama dari ordo Lepidoptera.
b. Petani kurma di Yaman menggunakan semut
predator yang dikumpulkan dari gunung untuk mengendalikan hama yang berupa
semut herbivora di perkebunan kurma yang berada di dataran rendah.
c. Pada tahun 1762 tercatat adanya
introduksi musuh alami dari satu negara ke negara lain. Importasi burung mynah
(Gracula religiosa) dari India untuk
mengendalikan belalang Nomadacris
septemfasciata di Mauritius.
d. Musuh alami pertama yang dilaporkan digunakan di Eropa tahun 1776, yaitu
penggunaan predator kepik Picromerus
bidens (L) untuk mengendalikan tinggi bedbug-Cimycidae.
e. Awal tahun 1800 Erasmus Darwin
memberikan penyuluhan kepada petani agar di rumah kaca menggunakan lalat
syrphid dan kumbang koksi untuk mengendalikan kutu daun.
f. Pelepasan parasitoid dari satu lokasi ke
lokasi lain di Amerika dilakukan oleh CV Riley yang melepas parasitoid kumbang
moncong Conotrachelus nenuphar yaitu Aphytis mytilaspidis di antara dua kota
di Illinois.
g. Pada tahun 1883 parasitoid Apanteles glomerata dibawa dari England
ke USA untuk mengendalikan Pieris rapae. Importasi Trichogramma
spp. dari USA ke Kanada untuk mengendalikan telur sawfly Nematus ribesii.
h. Di dunia Barat, kesuksesan praktek
pengendalian hayati dicapai pada akhir abad ke-19, yaitu dengan kesuksesan
kumbang Rodolia cardinalis
menekan perkembangan populasi hama kutu kapas, Icerya purchasi di California.
i.
Pada
tahun 1869 Icerya purchasi masuk ke California dan pada tahun 1886 mampu menghancurkan industri
jeruk. Untuk mengendalikan hama tersebut didatangkan dua musuh alaminya dari
Australia yaitu kumbang koksi/kumbang vedalia Rodolia cardinalis dan parasitoid larva Chryptochaetum
iceryae.
j. Greathead (1986) mencatat importasi parasitoid Encarsia berlesi dari Italia ke USA untuk
mengendalikan kutu perisai Pesudaulacapsis
pentagona.
k. Selanjutnya, semenjak awal abad ke-20,
upaya pengendalian hayati sudah mulai memperhatikan sisi ekologis dan ekonomis
dari agroekosistem. Pasalnya, upaya pemanfaatan musuh alami tidak selalu
berhasil. Misalnya, penggunaan pestisida ditengarai menurunkan populasi musuh
alami, sehingga kekuatan penekanan pada organisme pengganggu menjadi berkurang.
Penelitian terkini juga mengungkapkan kompleksitas hubungan antar organisme,
termasuk kompetisi antar jenis predator, yang dapat mempengaruhi keberhasilan
penekanan populasi organisme pengganggu oleh musuh alami.
2.
Sejarah Pengendalian Hayati di Indonesia
a.
Masa Pendudukan Belanda :
1) Serangan
kutu putih Ceratovacuna lamigera
dikendalikan dengan parasit lokal Encarsia
flavoscutelum. Bila ada daerah yang
terserang maka akan diintroduksi kutu putih yang terparasit dari tempat lain.
2) Augmentasi
lalat tachinid asal Jatiroto, Diatraephaga
striatalis dan parasitoid telur Trichogramma
australicum dan T. Japonicum
untuk mengendalikan penggerek batang tebu.
b.
Tahun 1931: Introduksi Diadegma fenetralis dari Eropa untuk mengendalikan hama tanaman
kubis Plutella xylostella, tetapi
tidak berhasil. Kemudian diintroduksi lagi D.
Semiclausum dari Inggris.
c.
Tahun 1920:
Van der Goot mengintroduksi kumbang coccinelid Cryptolaemus montrouzieri untuk mengendalikan kutu coccidae pada
lamtoro Ferrisia virgata, Sirsak Coccid planococcus dan P. Citri (kutu dompolan pada tanaman
kopi). Pada tahun 1928, sekitar 2000 kumbang ini diintroduksikan ke Toraja
untuk mengendalikan kutu pada kopi.
Tahun 1929 diintroduksikan ke Siantar untuk mengendalikan kutu pada
tanaman kopi. Tahun 1939 ke Kuala
Tungkal untuk mengendalikan coccid pada tanaman kelapa.
d.
Tahun 1938: Dilakukan introduksi Cryptognatha nodiceps dari daerah tropis
Amerika untuk mengendalikan Aspidiotus
detructor pada tanaman kelapa.
e.
Karena terjadi serangan Artona catoxantha, dilakukan introduksi lalat tachinid Bessa remota. Diintroduksi juga ke Fiji
untuk mengendalikan Levuana iridiscens
dari Malaysia. Pada populasi A.
Catoxantha juga ditemukan parasitoid hymenoptera, Apanteles artonae dan Argyrophylax
fumipennis.
f.
Tahun 1923: Diintroduksi braconid, Heterospilus coffeicola dari Afrika
Barat untuk mengendalikan hama bubuk buah kopi, Hypothenemus hampei.
g.
Macrocentrus
homonae adalah braconid yang umum ditemukan di jawa. Tahun 1935
braconid diintroduksikan ke Srilangka dari jawa untuk mengendalikan Tea tortrix
(Homona coffearia)
h.
Lefmansia
bicolor, parasit telur pada Sexava
nubile yang umum ditemukan di Maluku. Tahun 1925 Leefmann mentransfer
parasit tersebut dari Ambon ke Talaud.
3. Teknik pengendalian Hayati
Ada
tiga dasar pendekatan yang digunakan dalam pengendalian hayati, yaitu :
a. Konservasi dan peningkatan musuh alami (Conserving
ang enhancing natural enemies).
b. Augmentasi populasi musuh alami (Augmentation natural enemy populations).
c. Introduksi musuh alami.
a.
Konservasi dan
peningkatan musuh alami (Conserving ang enhancing natural enemies).
Pendekatan ini bertujuan untuk konservasi
dan meningkatkan dampak musuh alami yang telah ada pada areal pertanaman. Salah
satu caranya adalah dengan meminimalisasi dampak negatif penggunaan pestisida. Secara
umum musuh alami lebih sensitif terhadap pestisida dibandingkan dengan hama. Efek pestisida pada musuh alami dapat
bersifat langsung (direct effects)
dan tidak langsung (indirect effects).
Efek langsung pestisida dapat mempengaruhi kematian musuh alami dalam waktu
kurang dari 24 jam (short term mortality)
dan jangka panjang (long term sublethal).
Beberapa tindakan untuk mengurangi dampak
penggunaan pestisida terhadap musuh alami :
1. Semprot
jika perlu
2. Monitoring
populasi hama
3. Hindari
kontak musuh alami dengan pestisida
4. Pilih
insektisida yang tepat
5. Uji
efikasi pestisida
6. Hitung
efek samping pestisida
Cara lain yang dapat digunakan adalah
dengan mengubah lingkungan pertanaman dan cara bercocok tanam dengan cara
meningkatkan peran lingkungan untuk meningkatkan jumlah musuh alami.
Adapun pendekatan yang dapat dilakukan
adalah :
1. Mengubah
lingkungan pertanaman
2. Mengubah
praktik budidaya
b. Augmentasi populasi musuh alami (Augmentation natural enemy populations). Pendekatan
ini dilakukan apabila populasi musuh
alami di alam sangat rendah, karena secara alami populasi predator atau
parasitoid gagal untuk berkolonisasi untuk mengendalikan hama. Jika musuh alami
yang ada di areal pertanaman tidak mampu mengendalikan hama, maka dilakukan
pembiakan massal musuh alami tersebut di laboratorium dan kemudian
melepaskannya ke lapangan dengan tujuan untuk mengakselerasi populasinya dan
menjaga populasi serangga hama. Dalam pendekatan ini ada dua metode yang
dikenal yaitu inokulasi dan inundasi.
Inokulasi
dilakukan apabila musuh alami di areal pertanaman tidak bertahan lama dari satu
waktu ke waktu musim tanam berikutnya karena faktor klimat yang tidak
menguntungkan, pelepasan musuh alami dilakukan satu kali dalam satu musim.
Tujuan dari metode ini adalah progeni dari musuh alami yang dilepas diharapkan survive dan multiply, Populasi hama target adalah generasi hama yang akan
datang (musim selanjutnya. Strategi dari metode ini bersfat preventif.
Sedangkan inundasi
adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah massal atau secara sekaligus sehingga
dapat menurunkan populasi hama secara cepat. Metode ini dilakukan ketika musuh
alami gagal untuk mencegah peningkatan hama menuju level yang merusak. Metode
ini diharapkan secara cepat untuk menurunkan populasi hama. Pelepasan musuh
alami dilakukan beberapa kali aplikasi dalam satu musim tanam. Tujuan dari metode ini adalah musuh alami
dilepas tanpa ada ekspektasi progeni untuk survive.
Populasi hama target adalah generasi hama saat dilepas. Strategi dari metode
ini bersifat kuratif.
c. Introduksi musuh alami.
Pendekatan ini dilakukan jika tidak ada
spesies musuh alami yang mampu secara efektif mengontrol populasi hama, maka
introduksi atau importasi musuh alami ke daerah yang terserang hama perlu
dilakukan. Pendekatan ini dikenal dengan pengendalian hayati klasik. Musuh
alami yang diintroduksi diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan dalam
lingkungan baru.
Strategi dari pendekatan ini adalah metode
produksi massal dalam jumlah besar agar dapat melepaskan musuh alami untuk
mengendalikan serangga hama. Tujuan pendekatan ini sangat spesifik, yaitu
melepas musuh alami eksotik ke dalam lingkungan baru sehingga nantinya dapat
mapan secara permanen dan mampu mengendalikan populasi hama dalam jangka
panjang tanpa perlu intervensi lebih lanjut.
Keuntungan pengendalian hayati klasik :
1. Mengeksploitasi
proses alami dan tidak berhubungan dengan penggunaan pestisida
2. Pembiayaan
hanya diperlukan pada awal introduksi
3. Strategi
pengendalian permanen dan jangka panjang
4.Tidak
membahayakan kesehatan manusia, produksi tanaman, organisme menguntungkan yang
lain
Kerugian
pengendalian hayati klasik
1. Bukan
merupakan metode eradikasi
2. Program
jangka panjang
3. Sulit
diprediksi dampaknya
0 Komentar untuk "SEJARAH DAN TEKNIK PENGENDALIAN HAYATI "